EKSKRESI
OBAT DALAM TUBUH
FARMAKOLOGI
Disusun
Oleh :
Mitra
Yuni Ratnasari (04121003029)
Dosen
Pembimbing : dr. Debby H Harahap
Program
Studi Ilmu Keperawatan
Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya
Tahun
Ajaran 2013-2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya
panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya
kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan Makalah ini yang alhamdulillah
tepat pada waktunya yang berjudul “Ekskresi obat dalam tubuh”.
Makalah
ini disusun untuk menjelaskan tentang Ekskresi obat dalam tubuh agar dapat dipergunakan
dalam praktek proses keperawatan, serta diajukan demi memenuhi tugas mata
kuliah Farmakologi Semester Genap.
Saya menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari
semua pihak yang bersifat membangun selalu saya harapkan demi kesempurnaan
makalah ini.
Akhir kata, saya
ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam
penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa
meridhai segala usaha kita. Amin.
Palembang, Maret 2014
Penulis
Daftar
Isi
HALAMAN
JUDUL.......................................................................................1
KATA
PENGANTAR.....................................................................................2
DAFTAR ISI…………………………………………………………….......3
BAB I
PENDAHULUAN.............................................................................4
1.1. Latar
Belakang............................................................................4
1.2. Rumusan
Masalah.......................................................................4
1.3. Tujuan.........................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN..............................................................................6
2.1. Pengertian metabolisme dan eliminasi
obat..............................6
2.2. Proses metabolisme dan eliminasi obat dalam
tubuh...............6
2.3.
Macam-macam jalur eliminasi obat.........................................8
2.4.
Faktor yang mempengaruhi ekskresi obat...............................15
BAB III PENUTUP......................................................................................16
3.1. Keimpulan................................................................................16
BAB
I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Penyerapan dan difusi di dalam tubuh
memungkinkan zat aktif mencapai titik ikatan, secara simultan hal ini berperan
dalam proses eliminasi yang merupakan proses akhir nasib obat dalam tubuh.
Seperti apa fase penyerapan dan penyebaran, fase eliminasi berperan pada
aktivitas toksitifitas obat.
Aturan
umum perlintasan membran juga berlaku pada eliminasi, namun perlintasan
eliminasi terjadi dengan arah berbeda dengan arah penyerapan dan penyebaran
,yaitu dari jaringan menuju darah, kemudian dari darah menuju ke luar tubuh.
Molekul-molekul obat dikeluarkan dari tubuh tanpa atau setelah mengalami
perubahan hayati.
Pada
umumnya molekul-molekul yang lebih larut air lebih mudah di eliminasi ,
sebaliknya senyawa larut lemak diubah menjadi bentuk yang kurang larut lemak.
Metabolit yang larut lemak ini lebih mudah dikeluarkan melalui ginjal yang
merupakan jalur eliminasi obat-obat yang terpenting. Fenomena pasif dari difusi
transmembran merupakan proses penting dalam eliminasi obat, tergantung jalur
pengeluaran dan gradien konsentrasi. Proses eliminasi tergantung pada
penyebaran senyawa, yang dipengaruhi oleh cara pemberian dan fenomena
penyerapan. Misalnya bentuk bebas yang berdifusi, peran gradien konsentrasi
serta ikatan pada protein plasma. adanya fiksasi pada tempat penimbunan
(jaringan lemak) akan memperlambat eliminasi total.
2. Rumusan Masalah
1. Apa
pengertian metabolisme dan eliminasi obat ?
2. Bagaimana
proses metabolisme dan elimnasi obat dalam tubuh ?
3. Apa
saja macam-macam jalur eliminasi obat ?
4. Faktor
apa saja yang mempengaruhi ekskresi obat ?
3. Tujuan
1. Menjelaskan
pengertian metabolisme obat dan eliminasi obat dalam tubuh.
2. Menjelaskan
proses proses metabolisme obat dalam tubuh.
3. Mendeskripsikan
macam-macam jalur eliminasi obat dalam tubuh.
4. Mengetahui
faktor-faktor yang mempengaruhi ekskresi obat dalam tubuh.
BAB II
PEMBAHASAN
1.1 Pengertian Metabolisme dan Eliminasi Obat
Metabolisme obat adalah proses modifikasi biokimia senyawa obat oleh organisme
hidup, pada umumnya dilakukan melalui proses enzimatik. Proses metabolisme obat
merupakan salah satu hal penting dalam penentuan durasi dan intensitas khasiat
farmakologis obat.
Metabolisme obat
sebagian besar terjadi di retikulum endoplasma sel-sel hati. Selain itu,
metabolisme obat juga terjadi di sel-sel epitel pada saluran pencernaan,
paru-paru, ginjal, dan kulit.
Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme
tubuh. Sehingga elimanasi tidak dapat dipisahkan dari Ekskresi Obat.
Eliminasi
juga merupakan proses pengeluaran zat/metabolit dengan tujuan menurunkan
kadar zat/metabolit dalam tubuh agar tidak menyebabkan akumulasi.
Organ yang paling penting untuk
ekskresi obat adalah ginjal. Obat diekskresikan dalam struktur tidak berubah
atau sebagai metabolit. Jalan lain yang utama adalah eliminasi obat melalui
system empedu masuk ke dalam usus kecil, obat atau metabolitnya dapat mengalami
reabsorbsi (siklus enterohepatik) dan eliminasi dalam feses (kotoran manusia).
Jalur ekskresi yang jumlah obat sedikit adalah melalui air ludah dan air susu
merupakan suatu rute yang menimbulkan masalah bagi bayi yang disusui. Zat yang
menguap seperti gas anestesi berjalan melalui epitel paru-paru.
2.1 Proses Metabolisme dan Eliminasi Obat dalam Tubuh
Obat-obat yang berada dalam tubuh akan
dikeluarkan melalui 3 jalan utama, yaitu ginjal,
paru-paru, dan sistem empedu.
Ekskresi obat melalui paru hanya terjadi pada obat-obat yang berupa gas atau
cairan yang mudah menguap. Sebgian obat keluar dari tubuh melalui urine.
Beberapa obat dikeluarkan tubuh melalui hepar masuk kedalam empedu, tetapi
kebanyakan di antaranya direabsorpsi kembali melalui usus. Hanya beberapa macam
obat saja yang dikeluarkan melalui hepar atau empedu dalam jumlah yang berarti,
yaitu rifampisin dan kromoglikat. Sebagian obat juga
disekresikan ke dalam kelenjar sekresi, seperti air susu ibu atau kelenjar
keringat, tetapi secara kuantitatif tidak begitu bila dibandingkan dengan
ekskresi obat melalui ginjal, kecuali obat-obat yang memengaruhi bayi yang
sedang menyusui.
Sebelum obat diekskresikan, umumnya obat
mengalami perubahan dengan adanya metabolisme di hepar. Perubahan-perubahan
molekul obat yang terjadi oleh pengaruh enzim biasanya akan menghilangkan
aktivitas farmakologis obat btersebut, walaupun terdapat beberapa pengecualian
yang akan dibicarakan belakangan, misalnya azatioprin yang diubah oleh hepar
menjadi merkaptopurin yang aktif.
Perubahan metabolik molekul obat terjadi
melalui dua jenis reaksi biokimia, yang sering juga terjadi secara
beturut-turut, yaitu reaksi fase I dan reaksi fase II. Reaksi fase i terdiri dari reaksi-reaksi oksidasi, reduksi, dan
hidrolisis, produk yang dihasilkan kadang-kadang bersifat lebih aktif dan
kadang-kadang lebih toksik daripada obat semula. Reaksi fase II adalah reaksi konjugasi yang selalu menghasilkan
senyawa yang tidak aktif.
Reaksi fase I biasanya memberikan suatu
gugusan yang lebih reaktif, misalnya gugusan hidroksil, pada molekul obat.
Seanjutnya, gugusan ini akan merupakan tempat berikatan. Pada reaksi konjugasi
akan ditempelkan gugusan yang lebih besar lagi, seperti gugusan glukoronil,
gugusan sulfat, atau gugusan asetil.
Secara normal, biotransformasi akan
menurunkan kelarutan obat dalam lipid, dan hal ini akan meningkatkan kecepatan
ekskresi obat melalui ginjal. Sistem metabolisme enzim ini dapat dipandang
sebagai suatu sistem detoksi-fikasi nonselektif yang berguna untuk membebaskan
tubuh dari substansi asing. Reaksi fase I (nonsintetik) dan fase II (sintetik)
terutama terjadi dalam hati, walaupun terdapat juga obat yang metabolismenya
terjadi dalam plasma darah (misalnya, hidrolisis suksametonium dan prokain oleh
kolinesterase plasma), dalam paru (misalnya, prostanoid), atau pada dinding
usus halus (misalnya, tiramin).
Biotransformasi obat ini bersifat
variabel dan dapat dipengaruhi oleh banyak parameter, termasuk pemberian obat
sebelumnya, keadaan faal tubuh (misalnya nutrisi, hormonal), umur dan status
pertumbuhan, faktor genetik, fungsi hati, dan keadaan organ metabolisme
lainnya.
Hasil biotransformasi obat dapat berupa
metabolit yang tidak aktif (paling biasa), metabolit yang potensinya lebih kuat
atau berkurang, metabolit dengan efek farmakologi berbeda secara kualitatif,
metabolit yang toksik, atau metabolit aktif dari produk yang tidak aktif.
3.1 Macam-macam Jalur Eliminasi
Obat
A. ELIMINASI LEWAT GINJAL
Ginjal merupakan organ ekskresi yang penting .
ekskresi merupakan resultante dari 3 proses antara lain :
1.Filtrasi
Glomeruli
2.Sekresi
dan reabsopsi oleh tubuli
3.Reabsorbsi
/ difusi
Peran yang diawali pada nefron yang merupakan
kesatuan anatomi-fisiologi dari ginjal.Setiap nefron (1 juta tiap ginjal)
merupakan tubulus yang panjang dengan epitel monoseluler, dan terdiri dari dua
bagian dengan fungsi yang berbeda yaitu bagian glomerulus dan bagian
tubulus.Bagian glomerulus terletak pada daerah perifer ginjal di dalam korteks
ginjal. Glomerulus tersebut terbentuk dari kapsul Bowman dan tubuli nefron yang
melekuk, terdiri dari jaringan kapiler arterial.
Glomeruli ginjal merupakan keseluruhan
kapsul Bowman dan glomerulus vaskuler yang membentuk badan Malphigi yang dapat
dilihat dengan mata telanjang ( berukuran 200-300 Mm ).Bagian tubulus atau
tubulus renalis, diawali dengan tubulus contortus proksimalis yang terletak
dalam korteks dan kemudian membentuk kapsul Bowman. Selanjutnya adalah loop
Henle yang mengikuti nefron, tertanam cukup dalam di medula; ini didahului oleh
tubulus kontortus distalis yang terletak di dalam korteks. Tubulus distalis
menyebar kedalam tubulus colengentes yang diakhiri oleh pori uniferes dalam
kantong. Urin dikumpulkan melalui ureter dan dialirkan ke dalam vesica
urinaria.
Ginjal mempunyai
perfusi yang sangat besar yaitu 20% dari debit jantung atau lebih kurang 1
liter darah yang lewat tiap menit didalam arteri renalis. Pada setiap nefron
terdapat 2 anyaman kapiler yaitu glomerulus yang terdiri atas pembuluh darah
arteri serta darah arteri kapiler yang dialirkan menuju jaringan tubuler
arteria-renalis. Darah vena dialirkan melalui vena renalis , dan selanjutnya
kembali pada sirkulasi umum( menuju vena cava anterior).Pentingnya permukaan
kontak dan tepi yang tipis dari endotelium vaskuler dan epitel nefron
memberikan peluang pertukaran antara darah kapiler ginjal dan cairan tubuler.
Semua nefron berperan pada proses peniadaan obat , juga pada pembentukan air
kemih. Mekanisme yang sama juga terjadi pada filtrasi glomerulus dan penyerapan
kembali serta sekresi tubuler.
Fitrasi glomerulus merupakan fenomena
pasif yang erat hubungannya dengan parameter kardiovaskuler , khususnya tentang
debit jantung dan tekanan arteri. Semua pengurangan aktivitas jantung akan
mengurangi debit jantung dan debit ginjal sedangkan pengurangan tekanan arteri
akan menurunkan tekanan perfusi dalam arteri renalis akan menurunkan tekanan
perfusi dalam arteri renalis dan menurunkan jumlah filtrat dan akibatnya
terjadi diuresis.Filtrasi glomerulus sangat efektif karena jumlah dan besarnya
pori-pori endothelium glomerulus . Glomerulus dapat menyaring hingga 1/5 volume
plasma yang melalui lumen kapsul , volume dari ultrafiltrat glomerulus mencapai
120-130 ml tiap menit. Besarnya pori-pori dapat menyebabkan lolosnya sejumlah
partikel dalam plasma, kecuali molekul-molekul besar dengan berat molekul
diatas 68.000. jadi ultrafiltrat dari protein plasma komposisinya sama dengan
plasma, hal ini menunjukkan bahwa proses ultrafiltrasi glomerulus terjadi
secara difusi. Hampir pada semua obat, konsentrasi zat aktif yang terdapat
dalam filtrat sama dengan konsentrasi dalam plasma. Hal itu juga berarti bahwa
berkaitan dengan ikatan plasmatik , hanya satu fraksi bebas yang terdapat dalam
ultrafiltrat dan seimbang dengan fraksi dalam plasma. Beberapa molekul obat
tidak dapat berdifusi melalui membran glomerulus, karena berat molekulnya yang
besar sehingga molekul-molekul tersebut tetap tinggal dalam lumen vaskuler dan
digunakan untuk ekspansi vaskuler ( misalnya dekstran, polivinil-pirolidon dan
sebagainya ).
Laju ultrafiltrasi
glomerulus (180 liter /24 jam) dan jumlah ultrafiltratnya berbeda secara
bermakna dibandingkan dengan urin (1,5 liter /24 jam), di satu sisi keduanya
berbeda secara bermakna dan di sisi lain perbedaan komposisinya berkaitan erat
dengan aktivitas intensif tubulus renalis, sesuai dengan fenomena penyerapan
kembali dan pengeluaran. Dengan adanya proses ini, konsentrasi molekul-molekul
yang terdapat di dalam ultrafiltrat glomerulus sama dengan konsentrasi dalam
plasma, dan selanjutnya dikeluarkan dari tubuh dengan laju yang berbeda.Jika
molekul yang tersaring di sepanjang tubulus renalis tidak mengalami perubahan,
maka jumlah obat yang keluar dari tubuh dalam 1 menit dalam urin (= U x V)
adalah sama dengan jumlah obat yang melalui darah /menit dalam ultrafiltrat
glomerulus (= P x F).
Keterangan:
U = konsentrasi dalam urin
V = volume urin /menit
P = konsentrasi dalm plasma
F = volume filtrat glomerulus
Klirens dari suatu
molekul obat atau jumlah plasma yang terinci /menit sama dengan volume
ultrafiltrat glomerulus :
Klirens = U xP V
Bila klirens molekul
di atas 120-130 m/menit, maka selama melalui tubulus, mekanisme aktif sekresi
telah membantu proses eliminasi. Sebaliknya, bila klirens lebih rendah dari
volum ultrafiltrat , maka fenomena reabsorpsi memperlambat eliminasi.
Dari perhitungan yang
mengabaikan pengaruh-pengaruh luar, ternyata waktu paruh biologik (waktu yang
diperlukan agar konsentrasi zat aktif dalam darah menurun separuhnya) adalah :
· 70 menit jika hanya terjadi proses
filtrasi
· 7 menit jika terjadi sekresi melalui
tubulus renalis
· 7 hari jika terjadi penyerapan kembali
tubulus, dalam hal ini konsentrasi dalam urin tidak melampaui konsentrasi
plasma.Perhitungan ini menggambarkan secara nyata bahwa peran eliminasi obat
melalui ginjal berkaitan erat dengan aktivitas obat.
Fenomena penyerapan
kembali tubulus berperan nyata dalam pembentukan urin : pengurangan volum dari
180 liter filtrat menjadi 1,5 liter urin menunjukkan fenomena tersebut.
Pentingnya proses penyerapan kembali air (99%) menyangkut kepentingan
reabsorpsi Natrium yang sebagian terjadi karena pengaruh mekanisme hormonal
(ADH). Pengurangan volum urin yang terbentuk pada tubulus renalis yang
menyebabkan adanya gradien konsentrasi yang mendorong difusi obat dari cairan
tubulus menuju plasma. Dengan demikian konsentrasi intratubulus menjadi lebih
besar dari konsentrasi plasma. Perlintasan membran ginjal terjadi seperti
halnya membran yang lain yaitu senyawa yang paling larut lemak dan fraksi tak
terionosasi dari asam/basa lemah yang lebih mudah diserap kembali. Derajat
ionosasi merupakan fungsi dari pH cairan sekitar dan pH plasma relatif
tetap, sedangkan pH urin dapat bervariasi walaupun dalam keadaan normal
bersifat asam. Sebanarnya ginjal bukan hanya berperan untiuk mengeluarkan
sisa-sisa kotoran tetapi juga berpartisipasi mempertahankan homeostasis ;
sebagian melalui fungsinya dengan sekresi ion H+ pada tubulus
distalis. Keragaman pH pada lumen tubulus mempengaruhi keseimbangan antara
bentuk yang terionkan dan yang tak terionkan, sehingga penyerapan kembali
elektrolit lemah mengalami perubahan.
Untuk asam lemah,
penurunan pH mengurangi ionosasi molekul, sedangkan bentuk tidak terionkan yang
larut lemak konsentrasinya di dalam saluran cerna lebih besar dari konsentrasi
dalam plasma. Hal ini menguntungkan proses penyerapan kembali. Pada keadaan
fisiologis normal, asam asetil salisilat mudah diserap kembali pada tubulus
renalis. Maka, alkalinisasi air kemih melalui perfusi Natrium bikarbonat
merupakan cara yang sering dilakukan pada overdosis obat untuk pengeluaran
senyawa-senyawa seperti asam asetil salisilat atau barbiturat. Sebaliknya juga
berlaku untuk basa lemah eliminasinya dipengaruhi oleh keasaman
urin.Sifat-sifat fisiko-kimia dari molekul zat aktif dan pH larutan menentukan
terjadinya penyerapan kembali. Namun perlu juga diperhatiakan bahwa adanya
ikatan plasmatik dan gradien difusi hanya tergantung pada bentuk yang tidak
terikat.
pH = pKa + log konsentrasi
bentuk terionkan (I)
konsenterasi bentuk tak terion (NI)
Sekresi tubuler merupakan suatu
mekanisme aktif yang ikut berperan dalam pengeluaran senyawa asing dari tubuh
bersama urin. Sekresi tubuler akan membantu pengeluaran obat-obat tertentu
secara cepat. Ada 2 sistem transport pada tubulus contortus priximal, sebagian
untuk asam-asam organik : penisilin, metabolit glukoronat atau sulfat, yang
lain untuk basa-basa organik : kinina, amonium kuarterner dan sebagainya.
Kedua
sistem tersebut merupakan kriteria transpor aktif transmembran. Tidak ada tipe
transpor yang spesifik untuk suatu molekul, adnya persainagn untuk transporer
yang sama dapat terjadi antara beberapa molekul. Contoh klasik adalah penisilin
dan probenesid. Penisilin merupakan senyawa yang larut air dan mencapai tubulus
proximal untuk disekresi (harga klirens penisilina lebih besar dari penyaringan
glomerulus yaitu 500 ml/menit); laju eliminasi tidak begitu penting karena obat
tersebut mempunyai batas efek terapetik dan mengharuskan penderita disuntik
ulang. Untuk memperpanjang efek terapetik maka penisilin diberikan bersama
dengan probenesid. Sistem eliminasi probenesid sama dengan sistem eliminasi
penisilin, dengan adanya persaingan pada transporter yang sama, maka probenesid
akan memperlambat eliminasi penisilin karena ionisasi probenesid yang kuat akan
mencegah penyerapan kembali penisilin.Asam para-aminohipurat merupakan tipe
yang sama dengan senyawa yang dikeluarkan oleh ginjal. Pengeluarannya relatif terjadi
sejak awal pengaliran darah dalam ginjal dan hal itu menguntungkan untuk
penentuan aliran darah glomerulus.
Ekskresi
melalui ginjal akan berkurang jika terdapat gangguan fungsi ginjal. Lain hal
nya dengan pengurangan fungsi hati yang tidak dapat dihitung, pengurangan fungsi ginjal dapat dihitung berdasarkan pengurangan klirenskreatinin.
Dengan demikian, pengurangan dosis obat pada gangguan fungsi ginjal dapat
dihitung
B. EKSKRESI LEWAT
EMPEDU
Pengaliran darah hati
menuju canaliculi biliaris serta zat aktif dan metabolitnya yang terbentuk di
dalam hati mengikuti hukum umum perlintasan membran. Difusi pasif
molekul-molekul tergantung pada ukurannya, sifat fisiko-kimia serta perbedaan
konsentrasi. Mekanisme transpor aktif berperan penting pada eliminasi obat
khususnya pada metabolit yang lebih polar dibandingkan senyawa induknya seperti
trurunan glokoronat. Seperti pada ginjal, pada empedu juga terdapat 2 sistem
transpor aktif transmembran. Mekanisme transpor aktif ini penting untuk
beberapa molekul antibiotika terutama tetrasiklin.hal ini karena obat dapat
menembus saluran empedu sampai konsentrasi yang cukup untuk pengobatan infeksi.
Dengan adanya cairan
empedu di dalam duodenum maka zat aktif dan metabolitnya dapat dikeluarkan
melalui pembentukan garam, atau zat aktif diserap kembali di usus, jika
sifat-sifat fisiko-kimianya dapat melewati sawar usus dan masuk kembali dalm
sirkulasi (siklus entero-hepatik). Fenomena ini menyebabkan obat lebih lama
berada di dalam tubuh dan pengeluaran secara definitif baru terjadi melalui
ginjal.
C.ELIMINASI LEWAT FESES
Seperti diketahui zat
aktif atau metabolit yang ditiadakan melalui empedu tidak mengalami siklus
entero-hepatik. Di dalam feses terdapat pula senyawa yang disekresi oleh getah
saluran cerna seperti sekresi ludah (saliva). Feses dapat pula mengandung
sejumlah molekul yang dikeluarkan oleh saluran cerna dan tidak diserap kembali
oleh mukosa usus. Obat-obat tertentu dapat digunakan untuk memerlukan efek
terapi setempat pada sistem pencernaan misalnya sulfaguanidin, bismuth.
D. ELIMINASI LEWAT
PARU
Sistem pernafasan
berperan untuk pengeluaran beberapa senyawa yang berbentuk gas atau zat yang
mudah menguap pada suhu tubuh. Gradien tekanan parsiil capillo-alveolaire yang
positif dapat mendorong terjadinya difusi pasif sehingga terjadi pengeluaran
gas tersebut. Intensitas pengeluaran melalui membran berhubungan erat dengan
fenomena ventilasi yang menjamin pembaharuan udara alveoli dan aliran darah di
paru. Secara umum pada proses difusi akan terjadi keseimbangan antara tekanan
parsiil udara di dalam alveoli dan darah kapiler paru. Penerapan fenomena
difusi alveolo-kapiler misalnya pada pengujian alkohol melalui napas, terutama
bagi pengendara mobil.
E. ELIMINASI
LAINNYA
Pengeluaran obat dari
tubuh dapat mempengaruhi kerja obat meskipun secara umum dapat dikatakan bahwa
hal itu tidak terlalu berarti, kecuali pada kasus khusus misalnya eliminasi
tanpa perubahan bentuk melalui ludah. Oleh sebab itu spiramisin sering
diberikan pada stomatologi. Eliminasi yang terbatas ini kadang-kadang dapat
digunakan untuk diagnosis adanya alkaloid dalam air ludah. Pengambilan cuplikan
ludah pada saat perlombaan pacuan kuda dapat mengontrol adanya “doping” kuda
dengan morfin. Selain itu warna merah dari sekresi lakrimalis juga disebabkan
oleh rifampisin. Walaupun pengeluaran obat melalui keringat telah lama dikenal
seperti jodium, brom, kinin dan sebagainya. Namun mekanisme yang terkait belum
diketahui dengan jelas, mungkin bersamaan dengan pembentukan keringat.
Bentuk yang lain dari
eliminasi adalah pengeluaran zat aktif melalui air susu ibu (ASI). Dengan
mekanisme difusi dan fenomena transpor aktif maka konsentrasi obat tertentu
dalam air susu lebih tinggi dibandingkan konsentrasi plasmatik. ASI lebih asam
dibanding plasma, sehingga senyaa basa (alkaloid) dapat berdifusi dengan mudah.
Molekul-molekul berukuran kecil seperti halnya alkohol dapat segera keluar dan
membuat keseimbangan dengan plasm. Meskipun jumlah yang ditemukan kembali dalam
ASI jarang yang melebihi 1% dari dosis yang diberikan. Namun hal ini tidak
dapat diabaikan karena sistem enzimatik pad bayi belum matang benar,
terutamaenzim konjugasi. Demikian pula sisitem saraf pada bayi lebih peka
dibandingkan pada orang dewasa.
Orang dewasa juga
dapat mengalami masalah berkaitan dengan pengeluaran obat melalui air susu
ternak pemakaian penisilin untuk pengobatan mastitis pada sapi perah merupakan
awal dari reaksi kepekaan terhadap antibiotika pada manusia. Masalahnya tidak
terbatas pada hal di atas, sediaan-sediaan tertentu yang secara luas digunakan
pada pertanian terutama yamg daya larut lemaknya besar, seperti pestisida dan
herbisida, dapat dikeluarkan melalui susu ternak.
Di antara
faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas dan toksisitas obat maka eliminasi
melalui perubahan hayati mempunyai peran yang cukup penting. Karena ginjal
berperan dalam proses eliminasi, maka mengingat kinetika obat yang dapat
mencapai organ tersebut perli diperhatikan aturan penggunaan untuk semua obat
pada penderita dengan kegagalan ginjal.Hal yang sama terjadi pada penderita
kegagalan hati dimana terjadi gangguan fungsi perubahan hayati dan pengeluaran
empedu.
4.1 Faktor yang Mempengaruhi
Ekskresi Obat
- Sifat fisikokimia: BM, pKa, kelarutan,
tekanan uap.
- pH urin
- Kondisi patologi
- Aliran darah
- Usia
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan :
Ekskresi obat adalah proses
pengeluaran zat-zat sisa oleh hasil metabolisme obat yang sudah tidak digunakan
oleh tubuh. Ekskresi Obat dikeluarkan dari tubuh melalui berbagai organ
ekskresi dalam bentuk metabolit hasil biotransformasi atau dalam bentuk
asalnya. Obat atau metabolit polar di ekskresi lebih cepat daripada obat larut
lemak, kecuali pada ekskresi melalui paru. Ginjal merupakan organ ekskresi yang terpenting. Ekskresi disini
merupakan resultante dari 3 preoses, yakni filtrasi di glomerulus, sekresi
aktif ditubuli proksimal, dan rearbsorpsi pasif di tubuli proksimal dan
distal.Mekanisme Ekskresi Obat dan Tempat Terjadinya Ekskresi Obat kerjaobat
banyak, diantaranya : mekanisme eksresi ginjal eksresi melalui empedu, Ekskresi
melalui paru terutama untuk eliminasi gas anestetik umum.
DAFTAR PUSTAKA
Sherwood,
Lauralee. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Ed. Ke-2. Jakarta:
EGC, 2001: 463-501
Departemen
farmakologi dan terapuritik, 2007. Farmakologi dan terapi. Edisi 5.
Kumpulan
kuliah farmakologi / Staf Pengajar Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran
Universitas sriwijaya – Ed.2- Jakarta : EGC,2008
bisa minta link pdf nya? terimakasih
BalasHapus