Jumat, 27 Februari 2015

Ekskresi Obat dalam Tubuh

EKSKRESI OBAT DALAM TUBUH
FARMAKOLOGI


Disusun Oleh :
Mitra Yuni Ratnasari (04121003029)
Dosen Pembimbing : dr. Debby H Harahap



Program Studi Ilmu Keperawatan
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya
Tahun Ajaran 2013-2014

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan Makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “Ekskresi obat dalam tubuh”.
Makalah ini disusun untuk menjelaskan tentang Ekskresi obat dalam tubuh agar dapat dipergunakan dalam praktek proses keperawatan, serta diajukan demi memenuhi tugas mata kuliah Farmakologi Semester Genap.
Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu saya harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, saya ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.

Palembang,   Maret 2014 


                                                                                                                                                                                                                                           Penulis





Daftar Isi

HALAMAN JUDUL.......................................................................................1
KATA PENGANTAR.....................................................................................2
DAFTAR ISI…………………………………………………………….......3
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................4
1.1.  Latar Belakang............................................................................4
1.2.  Rumusan Masalah.......................................................................4
1.3.  Tujuan.........................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN..............................................................................6
2.1. Pengertian metabolisme dan eliminasi obat..............................6
2.2. Proses metabolisme dan eliminasi obat dalam tubuh...............6
2.3. Macam-macam jalur eliminasi obat.........................................8
2.4. Faktor yang mempengaruhi ekskresi obat...............................15
BAB III PENUTUP......................................................................................16
3.1. Keimpulan................................................................................16
  DAFTAR PUSTAKA.................................................................................17





BAB I
PENDAHULUAN

1.      Latar Belakang
            Penyerapan dan difusi di dalam tubuh memungkinkan zat aktif mencapai titik ikatan, secara simultan hal ini berperan dalam proses eliminasi yang merupakan proses akhir nasib obat dalam tubuh. Seperti apa fase penyerapan dan penyebaran, fase eliminasi berperan pada aktivitas toksitifitas obat.
            Aturan umum perlintasan membran juga berlaku pada eliminasi, namun perlintasan eliminasi terjadi dengan arah berbeda dengan arah penyerapan dan penyebaran ,yaitu dari jaringan menuju darah, kemudian dari darah menuju ke luar tubuh. Molekul-molekul obat dikeluarkan dari tubuh tanpa atau setelah mengalami perubahan hayati.
            Pada umumnya molekul-molekul yang lebih larut air lebih mudah di eliminasi , sebaliknya senyawa larut lemak diubah menjadi bentuk yang kurang larut lemak. Metabolit yang larut lemak ini lebih mudah dikeluarkan melalui ginjal yang merupakan jalur eliminasi obat-obat yang terpenting. Fenomena pasif dari difusi transmembran merupakan proses penting dalam eliminasi obat, tergantung jalur pengeluaran dan gradien konsentrasi. Proses eliminasi tergantung pada penyebaran senyawa, yang dipengaruhi oleh cara pemberian dan fenomena penyerapan. Misalnya bentuk bebas yang berdifusi, peran gradien konsentrasi serta ikatan pada protein plasma. adanya fiksasi pada tempat penimbunan (jaringan lemak) akan memperlambat eliminasi total.


2.      Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian metabolisme dan eliminasi obat ?
2.      Bagaimana proses metabolisme dan elimnasi obat dalam tubuh ?
3.      Apa saja macam-macam jalur eliminasi obat ?
4.      Faktor apa saja yang mempengaruhi ekskresi obat ?



3.      Tujuan
1.      Menjelaskan pengertian metabolisme obat dan eliminasi obat dalam tubuh.
2.      Menjelaskan proses proses metabolisme obat dalam tubuh.
3.      Mendeskripsikan macam-macam jalur eliminasi obat dalam tubuh.
4.      Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi ekskresi obat dalam tubuh.

           


















BAB II
PEMBAHASAN

1.1 Pengertian Metabolisme dan Eliminasi Obat
       Metabolisme obat adalah proses modifikasi biokimia senyawa obat oleh organisme hidup, pada umumnya dilakukan melalui proses enzimatik. Proses metabolisme obat merupakan salah satu hal penting dalam penentuan durasi dan intensitas khasiat farmakologis obat.
       Metabolisme obat sebagian besar terjadi di retikulum endoplasma sel-sel hati. Selain itu, metabolisme obat juga terjadi di sel-sel epitel pada saluran pencernaan, paru-paru, ginjal, dan kulit.
       Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh. Sehingga elimanasi tidak dapat dipisahkan dari Ekskresi Obat.
       Eliminasi juga merupakan proses pengeluaran zat/metabolit dengan tujuan menurunkan kadar zat/metabolit dalam tubuh agar tidak menyebabkan akumulasi.
         Organ yang paling penting untuk ekskresi obat adalah ginjal. Obat diekskresikan dalam struktur tidak berubah atau sebagai metabolit. Jalan lain yang utama adalah eliminasi obat melalui system empedu masuk ke dalam usus kecil, obat atau metabolitnya dapat mengalami reabsorbsi (siklus enterohepatik) dan eliminasi dalam feses (kotoran manusia). Jalur ekskresi yang jumlah obat sedikit adalah melalui air ludah dan air susu merupakan suatu rute yang menimbulkan masalah bagi bayi yang disusui. Zat yang menguap seperti gas anestesi berjalan melalui epitel paru-paru.

2.1 Proses Metabolisme dan Eliminasi Obat dalam Tubuh
       Obat-obat yang berada dalam tubuh akan dikeluarkan melalui 3 jalan utama, yaitu ginjal, paru-paru, dan sistem empedu. Ekskresi obat melalui paru hanya terjadi pada obat-obat yang berupa gas atau cairan yang mudah menguap. Sebgian obat keluar dari tubuh melalui urine. Beberapa obat dikeluarkan tubuh melalui hepar masuk kedalam empedu, tetapi kebanyakan di antaranya direabsorpsi kembali melalui usus. Hanya beberapa macam obat saja yang dikeluarkan melalui hepar atau empedu dalam jumlah yang berarti, yaitu rifampisin dan kromoglikat. Sebagian obat juga disekresikan ke dalam kelenjar sekresi, seperti air susu ibu atau kelenjar keringat, tetapi secara kuantitatif tidak begitu bila dibandingkan dengan ekskresi obat melalui ginjal, kecuali obat-obat yang memengaruhi bayi yang sedang menyusui.
       Sebelum obat diekskresikan, umumnya obat mengalami perubahan dengan adanya metabolisme di hepar. Perubahan-perubahan molekul obat yang terjadi oleh pengaruh enzim biasanya akan menghilangkan aktivitas farmakologis obat btersebut, walaupun terdapat beberapa pengecualian yang akan dibicarakan belakangan, misalnya azatioprin yang diubah oleh hepar menjadi merkaptopurin yang aktif.
       Perubahan metabolik molekul obat terjadi melalui dua jenis reaksi biokimia, yang sering juga terjadi secara beturut-turut, yaitu reaksi fase I dan reaksi fase II. Reaksi fase i terdiri dari reaksi-reaksi oksidasi, reduksi, dan hidrolisis, produk yang dihasilkan kadang-kadang bersifat lebih aktif dan kadang-kadang lebih toksik daripada obat semula. Reaksi fase II adalah reaksi konjugasi yang selalu menghasilkan senyawa yang tidak aktif.
       Reaksi fase I biasanya memberikan suatu gugusan yang lebih reaktif, misalnya gugusan hidroksil, pada molekul obat. Seanjutnya, gugusan ini akan merupakan tempat berikatan. Pada reaksi konjugasi akan ditempelkan gugusan yang lebih besar lagi, seperti gugusan glukoronil, gugusan sulfat, atau gugusan asetil.
       Secara normal, biotransformasi akan menurunkan kelarutan obat dalam lipid, dan hal ini akan meningkatkan kecepatan ekskresi obat melalui ginjal. Sistem metabolisme enzim ini dapat dipandang sebagai suatu sistem detoksi-fikasi nonselektif yang berguna untuk membebaskan tubuh dari substansi asing. Reaksi fase I (nonsintetik) dan fase II (sintetik) terutama terjadi dalam hati, walaupun terdapat juga obat yang metabolismenya terjadi dalam plasma darah (misalnya, hidrolisis suksametonium dan prokain oleh kolinesterase plasma), dalam paru (misalnya, prostanoid), atau pada dinding usus halus (misalnya, tiramin).
       Biotransformasi obat ini bersifat variabel dan dapat dipengaruhi oleh banyak parameter, termasuk pemberian obat sebelumnya, keadaan faal tubuh (misalnya nutrisi, hormonal), umur dan status pertumbuhan, faktor genetik, fungsi hati, dan keadaan organ metabolisme lainnya.
       Hasil biotransformasi obat dapat berupa metabolit yang tidak aktif (paling biasa), metabolit yang potensinya lebih kuat atau berkurang, metabolit dengan efek farmakologi berbeda secara kualitatif, metabolit yang toksik, atau metabolit aktif dari produk yang tidak aktif.

3.1 Macam-macam Jalur Eliminasi Obat
A. ELIMINASI LEWAT GINJAL

Ginjal merupakan organ ekskresi yang penting . ekskresi merupakan resultante dari 3 proses antara lain :
1.Filtrasi Glomeruli
2.Sekresi dan reabsopsi oleh tubuli
3.Reabsorbsi / difusi
 Peran yang diawali pada nefron yang merupakan kesatuan anatomi-fisiologi dari ginjal.Setiap nefron (1 juta tiap ginjal) merupakan tubulus yang panjang dengan epitel monoseluler, dan terdiri dari dua bagian dengan fungsi yang berbeda yaitu bagian glomerulus dan bagian tubulus.Bagian glomerulus terletak pada daerah perifer ginjal di dalam korteks ginjal. Glomerulus tersebut terbentuk dari kapsul Bowman dan tubuli nefron yang melekuk, terdiri dari jaringan kapiler arterial.
Glomeruli ginjal merupakan keseluruhan kapsul Bowman dan glomerulus vaskuler yang membentuk badan Malphigi yang dapat dilihat dengan mata telanjang ( berukuran 200-300 Mm ).Bagian tubulus atau tubulus renalis, diawali dengan tubulus contortus proksimalis yang terletak dalam korteks dan kemudian membentuk kapsul Bowman. Selanjutnya adalah loop Henle yang mengikuti nefron, tertanam cukup dalam di medula; ini didahului oleh tubulus kontortus distalis yang terletak di dalam korteks. Tubulus distalis menyebar kedalam tubulus colengentes yang diakhiri oleh pori uniferes dalam kantong. Urin dikumpulkan melalui ureter dan dialirkan ke dalam vesica urinaria.
Ginjal mempunyai perfusi yang sangat besar yaitu 20% dari debit jantung atau lebih kurang 1 liter darah yang lewat tiap menit didalam arteri renalis. Pada setiap nefron terdapat 2 anyaman kapiler yaitu glomerulus yang terdiri atas pembuluh darah arteri serta darah arteri kapiler yang dialirkan menuju jaringan tubuler arteria-renalis. Darah vena dialirkan melalui vena renalis , dan selanjutnya kembali pada sirkulasi umum( menuju vena cava anterior).Pentingnya permukaan kontak dan tepi yang tipis dari endotelium vaskuler dan epitel nefron memberikan peluang pertukaran antara darah kapiler ginjal dan cairan tubuler. Semua nefron berperan pada proses peniadaan obat , juga pada pembentukan air kemih. Mekanisme yang sama juga terjadi pada filtrasi glomerulus dan penyerapan kembali serta sekresi tubuler.
Fitrasi glomerulus merupakan fenomena pasif yang erat hubungannya dengan parameter kardiovaskuler , khususnya tentang debit jantung dan tekanan arteri. Semua pengurangan aktivitas jantung akan mengurangi debit jantung dan debit ginjal sedangkan pengurangan tekanan arteri akan menurunkan tekanan perfusi dalam arteri renalis akan menurunkan tekanan perfusi dalam arteri renalis dan menurunkan jumlah filtrat dan akibatnya terjadi diuresis.Filtrasi glomerulus sangat efektif karena jumlah dan besarnya pori-pori endothelium glomerulus . Glomerulus dapat menyaring hingga 1/5 volume plasma yang melalui lumen kapsul , volume dari ultrafiltrat glomerulus mencapai 120-130 ml tiap menit. Besarnya pori-pori dapat menyebabkan lolosnya sejumlah partikel dalam plasma, kecuali molekul-molekul besar dengan berat molekul diatas 68.000. jadi ultrafiltrat dari protein plasma komposisinya sama dengan plasma, hal ini menunjukkan bahwa proses ultrafiltrasi glomerulus terjadi secara difusi. Hampir pada semua obat, konsentrasi zat aktif yang terdapat dalam filtrat sama dengan konsentrasi dalam plasma. Hal itu juga berarti bahwa berkaitan dengan ikatan plasmatik , hanya satu fraksi bebas yang terdapat dalam ultrafiltrat dan seimbang dengan fraksi dalam plasma. Beberapa molekul obat tidak dapat berdifusi melalui membran glomerulus, karena berat molekulnya yang besar sehingga molekul-molekul tersebut tetap tinggal dalam lumen vaskuler dan digunakan untuk ekspansi vaskuler ( misalnya dekstran, polivinil-pirolidon dan sebagainya ).


           

Laju ultrafiltrasi glomerulus (180 liter /24 jam) dan jumlah ultrafiltratnya berbeda secara bermakna dibandingkan dengan urin (1,5 liter /24 jam), di satu sisi keduanya berbeda secara bermakna dan di sisi lain perbedaan komposisinya berkaitan erat dengan aktivitas intensif tubulus renalis, sesuai dengan fenomena penyerapan kembali dan pengeluaran. Dengan adanya proses ini, konsentrasi molekul-molekul yang terdapat di dalam ultrafiltrat glomerulus sama dengan konsentrasi dalam plasma, dan selanjutnya dikeluarkan dari tubuh dengan laju yang berbeda.Jika molekul yang tersaring di sepanjang tubulus renalis tidak mengalami perubahan, maka jumlah obat yang keluar dari tubuh dalam 1 menit dalam urin (= U x V) adalah sama dengan jumlah obat yang melalui darah /menit dalam ultrafiltrat glomerulus (= P x F).
Keterangan:
U = konsentrasi dalam urin
V = volume urin /menit
P = konsentrasi dalm plasma
F = volume filtrat glomerulus
Klirens dari suatu molekul obat atau jumlah plasma yang terinci /menit sama dengan volume ultrafiltrat glomerulus :
Klirens = U xP V
Bila klirens molekul di atas 120-130 m/menit, maka selama melalui tubulus, mekanisme aktif sekresi telah membantu proses eliminasi. Sebaliknya, bila klirens lebih rendah dari volum ultrafiltrat , maka fenomena reabsorpsi memperlambat eliminasi.
Dari perhitungan yang mengabaikan pengaruh-pengaruh luar, ternyata waktu paruh biologik (waktu yang diperlukan agar konsentrasi zat aktif dalam darah menurun separuhnya) adalah :
· 70 menit jika hanya terjadi proses filtrasi
· 7 menit jika terjadi sekresi melalui tubulus renalis
· 7 hari jika terjadi penyerapan kembali tubulus, dalam hal ini konsentrasi dalam urin tidak melampaui konsentrasi plasma.Perhitungan ini menggambarkan secara nyata bahwa peran eliminasi obat melalui ginjal berkaitan erat dengan aktivitas obat.
Fenomena penyerapan kembali tubulus berperan nyata dalam pembentukan urin : pengurangan volum dari 180 liter filtrat menjadi 1,5 liter urin menunjukkan fenomena tersebut. Pentingnya proses penyerapan kembali air (99%) menyangkut kepentingan reabsorpsi Natrium yang sebagian terjadi karena pengaruh mekanisme hormonal (ADH). Pengurangan volum urin yang terbentuk pada tubulus renalis yang menyebabkan adanya gradien konsentrasi yang mendorong difusi obat dari cairan tubulus menuju plasma. Dengan demikian konsentrasi intratubulus menjadi lebih besar dari konsentrasi plasma. Perlintasan membran ginjal terjadi seperti halnya membran yang lain yaitu senyawa yang paling larut lemak dan fraksi tak terionosasi dari asam/basa lemah yang lebih mudah diserap kembali. Derajat ionosasi merupakan fungsi dari pH cairan sekitar dan pH plasma relatif tetap, sedangkan pH urin dapat bervariasi walaupun dalam keadaan normal bersifat asam. Sebanarnya ginjal bukan hanya berperan untiuk mengeluarkan sisa-sisa kotoran tetapi juga berpartisipasi mempertahankan homeostasis ; sebagian melalui fungsinya dengan sekresi ion H+ pada tubulus distalis. Keragaman pH pada lumen tubulus mempengaruhi keseimbangan antara bentuk yang terionkan dan yang tak terionkan, sehingga penyerapan kembali elektrolit lemah mengalami perubahan.
Untuk asam lemah, penurunan pH mengurangi ionosasi molekul, sedangkan bentuk tidak terionkan yang larut lemak konsentrasinya di dalam saluran cerna lebih besar dari konsentrasi dalam plasma. Hal ini menguntungkan proses penyerapan kembali. Pada keadaan fisiologis normal, asam asetil salisilat mudah diserap kembali pada tubulus renalis. Maka, alkalinisasi air kemih melalui perfusi Natrium bikarbonat merupakan cara yang sering dilakukan pada overdosis obat untuk pengeluaran senyawa-senyawa seperti asam asetil salisilat atau barbiturat. Sebaliknya juga berlaku untuk basa lemah eliminasinya dipengaruhi oleh keasaman urin.Sifat-sifat fisiko-kimia dari molekul zat aktif dan pH larutan menentukan terjadinya penyerapan kembali. Namun perlu juga diperhatiakan bahwa adanya ikatan plasmatik dan gradien difusi hanya tergantung pada bentuk yang tidak terikat.
pH = pKa + log konsentrasi bentuk terionkan (I)
konsenterasi bentuk tak terion (NI)
                Sekresi tubuler merupakan suatu mekanisme aktif yang ikut berperan dalam pengeluaran senyawa asing dari tubuh bersama urin. Sekresi tubuler akan membantu pengeluaran obat-obat tertentu secara cepat. Ada 2 sistem transport pada tubulus contortus priximal, sebagian untuk asam-asam organik : penisilin, metabolit glukoronat atau sulfat, yang lain untuk basa-basa organik : kinina, amonium kuarterner dan sebagainya.
            Kedua sistem tersebut merupakan kriteria transpor aktif transmembran. Tidak ada tipe transpor yang spesifik untuk suatu molekul, adnya persainagn untuk transporer yang sama dapat terjadi antara beberapa molekul. Contoh klasik adalah penisilin dan probenesid. Penisilin merupakan senyawa yang larut air dan mencapai tubulus proximal untuk disekresi (harga klirens penisilina lebih besar dari penyaringan glomerulus yaitu 500 ml/menit); laju eliminasi tidak begitu penting karena obat tersebut mempunyai batas efek terapetik dan mengharuskan penderita disuntik ulang. Untuk memperpanjang efek terapetik maka penisilin diberikan bersama dengan probenesid. Sistem eliminasi probenesid sama dengan sistem eliminasi penisilin, dengan adanya persaingan pada transporter yang sama, maka probenesid akan memperlambat eliminasi penisilin karena ionisasi probenesid yang kuat akan mencegah penyerapan kembali penisilin.Asam para-aminohipurat merupakan tipe yang sama dengan senyawa yang dikeluarkan oleh ginjal. Pengeluarannya relatif terjadi sejak awal pengaliran darah dalam ginjal dan hal itu menguntungkan untuk penentuan aliran darah glomerulus.
           
Ekskresi melalui ginjal akan berkurang jika terdapat gangguan fungsi ginjal. Lain hal nya dengan pengurangan fungsi hati yang tidak dapat dihitung, pengurangan fungsi ginjal dapat dihitung berdasarkan pengurangan klirenskreatinin. Dengan demikian, pengurangan dosis obat pada gangguan fungsi ginjal dapat dihitung


            B. EKSKRESI LEWAT EMPEDU

Pengaliran darah hati menuju canaliculi biliaris serta zat aktif dan metabolitnya yang terbentuk di dalam hati mengikuti hukum umum perlintasan membran. Difusi pasif molekul-molekul tergantung pada ukurannya, sifat fisiko-kimia serta perbedaan konsentrasi. Mekanisme transpor aktif berperan penting pada eliminasi obat khususnya pada metabolit yang lebih polar dibandingkan senyawa induknya seperti trurunan glokoronat. Seperti pada ginjal, pada empedu juga terdapat 2 sistem transpor aktif transmembran. Mekanisme transpor aktif ini penting untuk beberapa molekul antibiotika terutama tetrasiklin.hal ini karena obat dapat menembus saluran empedu sampai konsentrasi yang cukup untuk pengobatan infeksi.
Dengan adanya cairan empedu di dalam duodenum maka zat aktif dan metabolitnya dapat dikeluarkan melalui pembentukan garam, atau zat aktif diserap kembali di usus, jika sifat-sifat fisiko-kimianya dapat melewati sawar usus dan masuk kembali dalm sirkulasi (siklus entero-hepatik). Fenomena ini menyebabkan obat lebih lama berada di dalam tubuh dan pengeluaran secara definitif baru terjadi melalui ginjal.

C.ELIMINASI LEWAT FESES

Seperti diketahui zat aktif atau metabolit yang ditiadakan melalui empedu tidak mengalami siklus entero-hepatik. Di dalam feses terdapat pula senyawa yang disekresi oleh getah saluran cerna seperti sekresi ludah (saliva). Feses dapat pula mengandung sejumlah molekul yang dikeluarkan oleh saluran cerna dan tidak diserap kembali oleh mukosa usus. Obat-obat tertentu dapat digunakan untuk memerlukan efek terapi setempat pada sistem pencernaan misalnya sulfaguanidin, bismuth.

D. ELIMINASI LEWAT PARU

Sistem pernafasan berperan untuk pengeluaran beberapa senyawa yang berbentuk gas atau zat yang mudah menguap pada suhu tubuh. Gradien tekanan parsiil capillo-alveolaire yang positif dapat mendorong terjadinya difusi pasif sehingga terjadi pengeluaran gas tersebut. Intensitas pengeluaran melalui membran berhubungan erat dengan fenomena ventilasi yang menjamin pembaharuan udara alveoli dan aliran darah di paru. Secara umum pada proses difusi akan terjadi keseimbangan antara tekanan parsiil udara di dalam alveoli dan darah kapiler paru. Penerapan fenomena difusi alveolo-kapiler misalnya pada pengujian alkohol melalui napas, terutama bagi pengendara mobil.



E. ELIMINASI LAINNYA

Pengeluaran obat dari tubuh dapat mempengaruhi kerja obat meskipun secara umum dapat dikatakan bahwa hal itu tidak terlalu berarti, kecuali pada kasus khusus misalnya eliminasi tanpa perubahan bentuk melalui ludah. Oleh sebab itu spiramisin sering diberikan pada stomatologi. Eliminasi yang terbatas ini kadang-kadang dapat digunakan untuk diagnosis adanya alkaloid dalam air ludah. Pengambilan cuplikan ludah pada saat perlombaan pacuan kuda dapat mengontrol adanya “doping” kuda dengan morfin. Selain itu warna merah dari sekresi lakrimalis juga disebabkan oleh rifampisin. Walaupun pengeluaran obat melalui keringat telah lama dikenal seperti jodium, brom, kinin dan sebagainya. Namun mekanisme yang terkait belum diketahui dengan jelas, mungkin bersamaan dengan pembentukan keringat.
Bentuk yang lain dari eliminasi adalah pengeluaran zat aktif melalui air susu ibu (ASI). Dengan mekanisme difusi dan fenomena transpor aktif maka konsentrasi obat tertentu dalam air susu lebih tinggi dibandingkan konsentrasi plasmatik. ASI lebih asam dibanding plasma, sehingga senyaa basa (alkaloid) dapat berdifusi dengan mudah. Molekul-molekul berukuran kecil seperti halnya alkohol dapat segera keluar dan membuat keseimbangan dengan plasm. Meskipun jumlah yang ditemukan kembali dalam ASI jarang yang melebihi 1% dari dosis yang diberikan. Namun hal ini tidak dapat diabaikan karena sistem enzimatik pad bayi belum matang benar, terutamaenzim konjugasi. Demikian pula sisitem saraf pada bayi lebih peka dibandingkan pada orang dewasa.
Orang dewasa juga dapat mengalami masalah berkaitan dengan pengeluaran obat melalui air susu ternak pemakaian penisilin untuk pengobatan mastitis pada sapi perah merupakan awal dari reaksi kepekaan terhadap antibiotika pada manusia. Masalahnya tidak terbatas pada hal di atas, sediaan-sediaan tertentu yang secara luas digunakan pada pertanian terutama yamg daya larut lemaknya besar, seperti pestisida dan herbisida, dapat dikeluarkan melalui susu ternak.
Di antara faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas dan toksisitas obat maka eliminasi melalui perubahan hayati mempunyai peran yang cukup penting. Karena ginjal berperan dalam proses eliminasi, maka mengingat kinetika obat yang dapat mencapai organ tersebut perli diperhatikan aturan penggunaan untuk semua obat pada penderita dengan kegagalan ginjal.Hal yang sama terjadi pada penderita kegagalan hati dimana terjadi gangguan fungsi perubahan hayati dan pengeluaran empedu.

4.1 Faktor yang Mempengaruhi Ekskresi Obat
  1. Sifat fisikokimia: BM, pKa, kelarutan, tekanan uap.
  2. pH urin
  3. Kondisi patologi
  4. Aliran darah
  5. Usia













BAB  III
    PENUTUP

Kesimpulan :
Ekskresi obat adalah proses pengeluaran zat-zat sisa oleh hasil metabolisme obat yang sudah tidak digunakan oleh tubuh. Ekskresi Obat dikeluarkan dari tubuh melalui berbagai organ ekskresi dalam bentuk metabolit hasil biotransformasi atau dalam bentuk asalnya. Obat atau metabolit polar di ekskresi lebih cepat daripada obat larut lemak, kecuali pada ekskresi melalui paru. Ginjal merupakan organ ekskresi yang terpenting. Ekskresi disini merupakan resultante dari 3 preoses, yakni filtrasi di glomerulus, sekresi aktif ditubuli proksimal, dan rearbsorpsi pasif di tubuli proksimal dan distal.Mekanisme Ekskresi Obat dan Tempat Terjadinya Ekskresi Obat kerjaobat banyak, diantaranya : mekanisme eksresi ginjal eksresi melalui empedu, Ekskresi melalui paru terutama untuk eliminasi gas anestetik umum.












DAFTAR PUSTAKA

Sherwood, Lauralee. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Ed. Ke-2. Jakarta: EGC, 2001: 463-501

Departemen farmakologi dan terapuritik, 2007. Farmakologi dan terapi. Edisi 5.


Kumpulan kuliah farmakologi / Staf Pengajar Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas sriwijaya – Ed.2- Jakarta : EGC,2008

1 komentar: